KPI melarang stasiun TV karakter artis pria menampilkan gaya dan pakaian serta perilaku seperti wanita perempuan dengan adanya Surat Edaran...
KPI melarang stasiun TV karakter artis pria menampilkan gaya dan pakaian serta perilaku seperti wanita perempuan dengan adanya Surat Edaran KPI No 203/K/KPI/02/16.
Melalui surat edaran dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tersebut berisi larangan kepada stasiun tv menampilkan karakter pria berpakaian dan berperilaku kewanitaan.
Bagi artis yang melankolis atau karakter pria, namun bergaya wanita untuk tidak bisa tampil di layar kaca. Pasalnya, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dengan tegas mengimbau semua stasiun TV melarang karakter pria yang bergaya wanita.
Berikut isi surat edaran KPI yang berisikan Larang Televisi Tampilkan Pria Berpakaian dan Berperilaku Kewanitaan yang ditujukan kepada "Seluruh Direktur Utama Lembaga Penyiaran" itu bertanggal 23 Februari 2016 yang diteken ditandatangani oleh Ketua KPI Judhariksawan, SH, MH.
"Sanksi akan kami jatuhkan jika lembaga penyiaran terbukti masih menyiarkan hal-hal di atas," tegas KPI.
Komisioner KPI Agatha Lily menyampaikan pula terkait dengan hal tersebut pada acara Indonesia Lawyers Club (ILC) tvOne, yang ditayangkan Rabu malam.
Larangan semacam ini bukan yang pertama kali dirilis KPI. Larangan ini lah yang kemudian menutup ruang Kabul Basuki atau Tessy "Srimulat" untuk muncul di televisi dengan gaya kebanci-banciannya.
"KPI melarang televisi untuk menampilkan pria berpakaian dan berperilaku kewanitaan sudah sejak dua tahun lalu. Jauh sebelum fenomena LGBT marak," jelas Agatha Lily.
Menurut Agatha Lily, pelarangan itu muncul dari proses pengkajian panjang yang dilakukan KPI. Dimana banyak ditemukan program televisi yang menampilkan host, pendukung acara, bahkan penonton pria yang berperilaku seperti wanita.
"Banyak pengaduan, khususnya orangtua dan guru, ketika anak mereka diminta tampil di sekolah, mereka memilih tampil seperti artis di tv. Ada satu kasus, anak laki-laki, dia memilih tampil memakai bandana, rok, dan sepatu heels yang lazimnya dipakai anak perempuan," paparnya.
Agatha Lily juga sempat menyampaikan salah satu hasil penelitian yang dilakukan KPI.
"Ketika gay atau lesbian ditampilkan di televisi, 90 persen anak akan melakukan observasi, imitasi, dan menjadikannya sebagai role model. Alasan mereka karena ingin terkenal seperti artis yang tampil di tv," urainya.
Dengan adanya pelarangan ini diharapkan lembaga penyiaran, dalam hal ini televisi, bisa menampilkan program-program yang lebih berkualitas, agar terbentuk karakter bangsa yang kuat dan bermartabat.
Anggota Komisi I DPR Tantowi Yahya setuju dengan adanya larangan dari KPI tersebut. "Salah satu medium yang paling banyak berperan dalam potensi penyebarluasan LGBT di kalangan muda adalah lembaga penyiaran," kata Tantowi kepada wartawan, Rabu seperti dilansir detik.com.
Tantowi mengatakan lembaga penyiaran menggunakan frekuensi yang dikuasai negara sebagai jembatan untuk masuk ke ruang publik. Oleh karenanya, perlu ada kesadaran dari stasiun TV untuk membatasi perilaku LGBT di ruang publik.
"Perlu kesadaran dari penyelenggara siaran di Indonesia untuk tidak mengumbar perilaku LGBT di ruang publik oleh para pengisi acaranya. Harus ada pengawasan yang ketat dari penyelenggara penyiaran," ujar Tantowi.
Melalui surat edaran dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tersebut berisi larangan kepada stasiun tv menampilkan karakter pria berpakaian dan berperilaku kewanitaan.
Bagi artis yang melankolis atau karakter pria, namun bergaya wanita untuk tidak bisa tampil di layar kaca. Pasalnya, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dengan tegas mengimbau semua stasiun TV melarang karakter pria yang bergaya wanita.
Surat Edaran KPI 203/K/KPI/02/16
Berikut isi surat edaran KPI yang berisikan Larang Televisi Tampilkan Pria Berpakaian dan Berperilaku Kewanitaan yang ditujukan kepada "Seluruh Direktur Utama Lembaga Penyiaran" itu bertanggal 23 Februari 2016 yang diteken ditandatangani oleh Ketua KPI Judhariksawan, SH, MH.
"Berdasar hasil pemantauan dan aduan yang kami terima, terdapat program siaran yang masih menampilkan pria yang berperilaku dan berpakaian seperti wanita. Sesungguhnya KPI Pusat telah melarang muatan tersebut melalui surat edaran yang dikeluarkan,"KPI melalui surat edarannya meminta lembaga penyiaran tidak menampilkan pria sebagai pembawa acara (host), talent, maupun pengisi acara lainnya, baik pemeran utama maupun pendukung dengan tampilan sebagai berikut seperti informasi yang dilansir dari Detik.com :
- Gaya berpakaian kewanitaan.
- Riasan (make up) kewanitaan.
- Bahasa tubuh kewanitaan, termasuk namun tidak terbatas pada gaya berjalan, gaya duduk, gerakan tangan maupun perilaku lainnya.
- Gaya bicara kewanitaan
- Menampilkan pembenaran atau promosi seorang pria untuk berperilaku kewanitaan.
- Menampilkan sapaan terhadap pria dengan sebutan yang seharusnya diperuntukkan bagi wanita.
- Menampilkan istilah dan ungkapan khas yang sering dipergunakan kalangan pria kewanitaan.
"Sanksi akan kami jatuhkan jika lembaga penyiaran terbukti masih menyiarkan hal-hal di atas," tegas KPI.
Artis Bergaya Banci
Komisioner KPI Agatha Lily menyampaikan pula terkait dengan hal tersebut pada acara Indonesia Lawyers Club (ILC) tvOne, yang ditayangkan Rabu malam.
Larangan semacam ini bukan yang pertama kali dirilis KPI. Larangan ini lah yang kemudian menutup ruang Kabul Basuki atau Tessy "Srimulat" untuk muncul di televisi dengan gaya kebanci-banciannya.
"KPI melarang televisi untuk menampilkan pria berpakaian dan berperilaku kewanitaan sudah sejak dua tahun lalu. Jauh sebelum fenomena LGBT marak," jelas Agatha Lily.
Menurut Agatha Lily, pelarangan itu muncul dari proses pengkajian panjang yang dilakukan KPI. Dimana banyak ditemukan program televisi yang menampilkan host, pendukung acara, bahkan penonton pria yang berperilaku seperti wanita.
"Banyak pengaduan, khususnya orangtua dan guru, ketika anak mereka diminta tampil di sekolah, mereka memilih tampil seperti artis di tv. Ada satu kasus, anak laki-laki, dia memilih tampil memakai bandana, rok, dan sepatu heels yang lazimnya dipakai anak perempuan," paparnya.
Agatha Lily juga sempat menyampaikan salah satu hasil penelitian yang dilakukan KPI.
"Ketika gay atau lesbian ditampilkan di televisi, 90 persen anak akan melakukan observasi, imitasi, dan menjadikannya sebagai role model. Alasan mereka karena ingin terkenal seperti artis yang tampil di tv," urainya.
Dengan adanya pelarangan ini diharapkan lembaga penyiaran, dalam hal ini televisi, bisa menampilkan program-program yang lebih berkualitas, agar terbentuk karakter bangsa yang kuat dan bermartabat.
Anggota Komisi I DPR Tantowi Yahya setuju dengan adanya larangan dari KPI tersebut. "Salah satu medium yang paling banyak berperan dalam potensi penyebarluasan LGBT di kalangan muda adalah lembaga penyiaran," kata Tantowi kepada wartawan, Rabu seperti dilansir detik.com.
Tantowi mengatakan lembaga penyiaran menggunakan frekuensi yang dikuasai negara sebagai jembatan untuk masuk ke ruang publik. Oleh karenanya, perlu ada kesadaran dari stasiun TV untuk membatasi perilaku LGBT di ruang publik.
"Perlu kesadaran dari penyelenggara siaran di Indonesia untuk tidak mengumbar perilaku LGBT di ruang publik oleh para pengisi acaranya. Harus ada pengawasan yang ketat dari penyelenggara penyiaran," ujar Tantowi.
COMMENTS